Halaman

Kamis, 28 Januari 2010

Cerita Pendek (Cerpen): Saat Terakhir

Hallo semuanya. Kalian suka baca cerita pendek (cerpen), kan?
Kalau suka, baca cerpenku yang ini, ya!
Aku minta kritik dan sarannya supaya ceritaku bisa lebih bagus lagi.

-----------------------------------------------------------

“Mengapa aku selalu ingat sama mama? Apa mungkin karena mama saat ini sedang berada di rumah sakit, jadi aku merasa sepi. Trus, aku juga harus bantuin papa saat waktu senggang.” gumam Shela sambil merenung setiap pagi di kamar om nya, Om Radit. Sebenarnya Shela tidak mau berpisah dari mamanya. Tetapi, karena mama sudah menderita penyakit jantung sejak dia pertama kali masuk sekolah, jadi, untuk sementara, Shela beserta kakak dan adiknya dititipkan ke rumah Om Radit.

Belum lama ia merenung, tiba-tiba handphone Shela berbunyi. Ia lalu membuka hp-nya. Tiba-tiba ada tulisan “Kak Putri, 081316909550. Wah, telepon dari Kak Putri. Ada kabar apa, ya?” tanya Shela dalam hati. Lalu diangkatnya telepon dari Kak Putri, “Hallo, kak. Ini Shela. Ada apa, ya?” tanya Shela. “Shela, sekarang juga kamu harus ke rumah sakit. Soalnya kondisi mama semakin lama semakin kritis.” jawab Putri, kakaknya Shela sambil merinding. “Apa? Memangnya nggak salah?” Shela sendiri pun kaget. “Iya. Sekarang kakak sedang berada di ruang tunggu.” jawab Putri, kakaknya Shela semakin merinding. Kemudian Shela langsung mematikan handphone-nya lalu menuju meja telepon.

“Ngapain ya aku ke sini?” tanya Shela sambil bingung sendiri. Dia ingat lagi. Lalu, Shela segera memencet nomor sekolah, 87714356. Telepon pun langsung diangkat oleh Bu Revi, wali kelasnya. “Hallo, ini siapa? Ada apa, ya?” tanya Bu Revi. “Ini Shela. Ini Bu Revi, ya? Saya mau bilang kalau saya hari ini tidak masuk sekolah karena saya ingin menjenguk mama di rumah sakit. Saat ini, kondisi mama semakin kritis.” jawab Shela sambil membayangkan mamanya. “Oh, iya. Nanti ibu juga akan ke sana.”ucap Bu Revi. Shela pun kemudian bersiap-siap untuk mandi, sarapan, dan membawa perlengkapan yang dibutuhkan untuk dibawa ke rumah sakit.

“Neng Shela, mobilnya udah siap.” panggil Om Tian, supir pribadiku. Aku pun langsung menaiki mobil dan menuju ke sekolah untuk menyampaikan salam. Tiba-tiba aku merasa kangen sama mama. Kemudian rasa itu langsung hilang seketika. Tak lama kemudian, aku sudah berada di sekolah.

“Kok sepi, ya. Apa semuanya lagi belajar?” tanya Shela dalam hati. Ia pun langsung menaiki tangga menuju kelasnya, kelas 6B.

Di kelas, Bu Revi langsung menangis terharu ketika Shela datang. “Shela, coba kamu sampaikan suatu pesan di dalam kelas.” kata Bu Revi. “Teman-teman, maafkan saya kalau hari ini tidak masuk sekolah, karena saya ingin menjenguk mama ke rumah sakit. Kondisi mama semakin kritis. Kata kakak, mama hanya bertahan hidup sampai besok.” Intan, dan Dinda ikut terharu. Anak-anak, diamlah.” Bu Revi pun menenangkan anak-anak yang ikut terharu. Setelah berpamitan, Shela langsung pergi ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, tempat mamanya dirawat.

Di rumah sakit, Shela langsung menanyakan nomor kamar mamanya dirawat, “Mas, tau yang namanya Frida Shela Yanti, nggak?” tanya Shela terburu-buru. “Sebentar, ya. Saya cek dulu.” jawab petugas rumah sakit ramah. Setelah dicari, petugas itu langsung melaporkan kepada Shela. “Ada. Nomor kamarnya 10. Memangnya Frida Sela Yanti itu siapanya kamu?”tanya petugas itu. “Itu ibu saya.” jawab Shela yakin. “Silahkan masuk, dik. Tadi kayaknya di kamar ibumu sudah ada kakakmu.” ucap petugas itu sambil membayangkan hal yang serupa. “Makasih, mas.” ucap Shela sambil berjalan menuju kamar tempat mamanya dirawat.

Dengan gugup, Shela memasuki kamar mamanya dirawat. Mamanya Shela pun terharu, “Shela, kata dokter, mama hanya bisa bertahan hidup hingga besok. Mama punya surat terakhir yang berisi permintaan maaf kepada keluarga kita untuk terakhir kalinya.” mama Shela langsung menyodorkan surat itu ke Shela. Karena penasaran, Shela pun langsung membuka surat yang diberikan mamanya.


Jakarta, 22 Februari 2009
Untuk keluarga tercinta:
Shela, papa, kakak, dan adik.

Hallo, apa kabar semua? Baik-baik saja, kan? Mama di sini (di rumah sakit) baik-baik saja. Seandainya mama meninggal, mama punya seuntaian kata untuk terakhir kalinya,

Tak pernah terpikir olehku
Tak sedikitpun ku bayangkan
Ku akan pergi tinggalkan kalian semua
Begitu sulit kubayangkan
Begitu sakit ku rasakan
Ku akan pergi tinggalkan kalian semua
Dibawah tempat tidur kini
Kau tlah sandarkan
Kasih sayang semua begitu dalam
Sungguh ku tak sanggup
Ini terjadi karna ku sangat sayang
Inilah saat terakhirku melihat kalian

Jatuh air mataku menangis pilu
Hanya mampu ucapkan
Selamat jalan semua
Satu jam saja kutelah bisa cintai Shela, kakak, adik, dan juga papa
Namun bagiku melupakanmu butuh waktuku seumur hidup
Satu jam saja kutelah bisa sayangi semua… di hatiku
Namun bagiku melupaknmu butuh waktuku seumur hidup
di nanti ku……

Mama hanya bisa berharap, semoga keluarga kita diampuni segala dosanya dan diberikan kemudahan dalam hal apapun. Seandainya mama tidak ada lagi, kalau kalian kangen sama mama, semua bisa memandangi foto-foto mama yang ada.

I Love You All



Mama Tercinta


Tidak lama setelah aku menjenguk mama, dokter sudah kembali ke kamar mama untuk memeriksa kesehatan mama, “Maaf, dik. Anak kecil tidak boleh melihat orang yang sedang diperiksa.” mohon dokter. “Ya, pak dokter.” jawabku. Dokter langsung memeriksa mama. Aku hanya bisa menunggu di ruang tunggu. “Kini aku hanya bisa pasrah, apakah mama masih bisa bertahan hidup atau tidak. Semoga aku bisa menerima kenyataan apa yang terjadi.” gumamku

Aku mendengar bunyi alat yang biasa dipakai mama tidak berbunyi lagi. Aku juga mendengar kata-kata dokter yang sudah kelihatan pasrah. “Pasien yang bernama Frida Shela Yanti sudah tidak bisa tertolong lagi, sus. Cepat ke kamar nomor sepuluh. SEKARANG!” perintah dokter yang sedang bercakap-cakap dengan suster melalui telepon. “Ya, dok. Saya persiapkan kain kafan serta peralatan yang lain.” jawab suster itu cepat-cepat. Kulihat suster itu berlari-lari membawa kain kafan. Sepertinya ia akan bertanya denganku, “Dik, kamar nomor 10 di mana, ya? Kamu kenal nggak sama orang yang berada di kamar itu?” tanya suster. “Di sana. Suster tinggal lurus aja. Saya kenal sama orang yang berada di kamar nomor 10 karena di kamar itu, ibu saya dirawat.” jawab Shela cepat. “Ya, makasih.” ucap suster itu.

Dokter yang merawat mamaku bernama Dr. Frankie Andrea. Dokter Frankie langsung keluar memanggilku. Suster tadi juga memanggil dokter. “Dok, saya ke kamar nomor 10 dulu, ya. Nanti dokter menyusul saja.” giliran Suster berbicara. “Oke. Saya akan ke kamar itu lagi setelah saya berbicara dengan anak ini” gentian Dokter Frankie berbicara. “Ya, sudah.” Suster itu langsung menjawab membiarkan Dokter Frankie.

“Siapa namamu? Kamu tinggal di mana?” tanya Dokter Frankie kepadaku yang pertama kalinya. “Nama saya Shela Yantisa. Saya biasa dipanggil Shela. Saya anak dari pasien yang bernama Frida Shela Yanti. Saya tinggalnya jauh dari rumah sakit ini.” jawab Shela. “Dokter hanya ingin memberi informasi ke kamu, bahwa mamamu sudah meninggal.” begitulah kata Dokter Frankie. Aku pun tak percaya, apalagi kak Putri yang sudah menemani dan merawat mama di rumah sakit. Aku pun langsung membuka ponselku. Lalu aku cari nomor Kak Putri. “Hallo, kak. Kakak lagi di mana?”tanyaku. “Kakak lagi menebus obat. Memangnya ada apa?” tanya Kak Putri. “Itu, kak. Kata dokter, mama sudah meninggal.” jawabku sendu. “Ya, sudah. Nanti kakak segera ke kamar mama untuk menjalani proses selanjutnya.” gumam Kak Putri.

Betapa terkejutnya aku. Tiba-tiba, keluarga besar mama sudah berkumpul di rumah sakit. Termasuk Kak Putri, om Radit, papa, dan adik. “Kita urusi dulu biaya rumah sakitnya. Trus, ibunya Shela langsung di makam aja. Setuju?” usul Tante Sari, tanteku yang cerewet. “Terserah. Yang penting urusan selesai.” jawab yang lain. Setelah
urusan untuk pemakaman selesai, semua saudara mama langsung menuju ke makam
Di makam, kadang-kadang suka disetel lagu untuk pengiringan pemakaman. Hari ini, tempat pemakaman menyetel lagu “ST12 – Saat Terakhir”

Tak pernah terpikir olehku
Tak sedikitpun ku bayangkan
Kau akan pergi tinggalkan ku sendiri
Begitu sulit kubayangkan
Begitu sakit ku rasakan
Kau akan pergi tinggalkan ku sendiri
Dibawah batu nisan kini
Kau tlah sandarkan
Kasih sayang kamu begitu dalam
Sungguh ku tak sanggup
Ini terjadi karna ku sangat cinta
Inilah saat terakhirku melihat kamu
Jatuh air mataku menangis pilu
Hanya mampu ucapkan
Selamat jalan kasih
hoooo….wouwo…. oow…
Satu jam saja kutelah bisa cintai kamu, kamu, kamu di hatiku
Namun bagiku melupakanmu butuh waktuku seumur hidup
Satu jam saja kutelah bisa sayangi kamu… di hatiku
Namun bagiku melupaknmu butuh waktuku seumur hidup
di nanti ku…
Inilah saat terakhirku melihat kamu
Jatuh air mataku menangis pilu
Hanya mampu ucapkan
Selamat jalan kasih
Satu jam saja kutelah bisa cintai kamu, kamu, kamu di hatiku
Namun bagiku melupakanmu butuh waktuku seumur hidup
Satu jam saja kutelah bisa sayangi kamu… di hatiku
Namun bagiku melupaknmu butuh waktuku seumur hidup

hoooo….wouwo…. oow…

Selama lagu itu diputar, aku merasa sedih saat orang-orang membawa mamaku ke liang kubur (pemakaman). Aku ingat, mama pernah mengirimkan surat terakhir menggunakan lirik lagu “ST12 – Saat Terakhir”, tetapi ada liriknya yang diubah. Mama hanya menambahkan beberapa kalimat di dalam surat itu.
Hanya satu pesanku untuk mama dari hatiku: Mama, I Love You. Aku akan selalu meningat kebaikanmu selama ini. Hanya mama yang bisa membuatku menjadi orang yang lebih baik lagi.

S E L E S A I

Tidak ada komentar:

Posting Komentar