Perayaan tahun baru masehi di seluruh dunia dihiasi dengan aneka ragam kegiatan. Diantaranya dengan menyalakan api unggun beserta iringan musik, nongkrong di pinggiran jalan atau alun-alun, dan sebagainya. Meskipun macet, sesak, ramai dan tidak nyaman, masyarakat rela untuk merayakan tahun baru di jalan. Di tempat itu mereka meluapkan kegembiraan seolah-olah baru saja memenangkan pertandingan Sea Games.
Mengapa malam pergantian tahun harus meniup terompet, padahal tidak ada peraturan untuk meniup terompet, hal itu hanya tradisi masyarakat yang turun menurun. Meskipun terompet tersebut hanya dipakai satu malam bahkan hanya berapa jam, masyarakat tetap membelinya demi merayakan tahun baru.
Asal Mula Tradisi Meniup Terompet
Sebenarnya budaya meniup terompet merupakan budaya kaum Yahudi saat menyambut tahun baru. Tahun baru mereka jatuh pada bulan ke tujuh sesuai sistem penanggalan mereka. Pada malam tahun barunya, masyarakat Yahudi melakukan introspeksi diri dengan tradisi meniup shofar, sebuah alat musik sejenis terompet.
Terompet sudah ada sejak tahun 1.500 sebelum Masehi. Awalnya, alat musik ini digunakan untuk keperluan ritual agama serta digunakan saat akan berperang. Kemudian terompet dijadikan sebagai alat musik pada masa pertengahan Renaisance hingga saat ini. Begitulah akhirnya terompet menjadi tradisi untuk menyambut malam tahun baru masehi.
Makna Dibalik Terompet
Salah satu hal unik menjelang datangnya malam tahun baru adalah menjamurnya penjualan terompet, baik di pedesaan maupun perkotaaan. Hampir semua orang dari agama apapun meniup terompet pada malam menjelang tahun baru, sampai puncaknya pada tengah malam tahun baru. Hal ini menunjukkan suatu kesamaan tradisi antara penganut agama satu dengan lainya.
Tradisi meniup terompet pada mulanya merupakan cara orang-orang kuno untuk mengusir setan. Seperti halnya Kaum Yahudi, mereka melakukan ritual meniup terompet pada waktu perayaan tahun baru Yahudi, Rosh Hashanah yang berarti “Hari Raya Terompet”, yang jatuh
pada bulan September atau Oktober. Bentuk terompet yang melengkung melambangkan tanduk domba yang dikorbankan dalam peristiwa pengorbanan Isaac (Nabi Ishaq dalam tradisi Muslim). Hal ini sangat berbeda dengan ajaran Islam yang menetapkan bahwa Nabi Ismail-lah, saudara Nabi Ishaq, yang diminta Allah untuk dikorbankan.
Zaman dulu, terompet terbuat dari kulit kerang dan biasa disebut sangkakala. Sangkakala termasuk perlengkapan perang yang berfungsi sebagai tanda dimulainya atau berakhirnya sebuah peperangan. Lantas, dengan berkembangnya teknologi, sangkakala mengalami perubahan baik dari bahan maupun fungsinya. Dari yang berfungsi sebagai perlengkapan perang berubah sebagai alat musik yang bisa menenteramkan atau sebaliknya membuat emosi dan ujung-ujungnya tawuran.
Sehubungan dengan fungsi terompet untuk merayakan tahun baru, penulis berpendapat bahwa hal itu memiliki makna yang luar biasa bagi kehidupan kita. Sebagaimana fungsi terompet pada masa lalu, yaitu sebagai tanda dimulai dan diakhirinya sebuah peperangan, maka fungsi terompet sekarang untuk sarana berperang melawan fanatisme golongan. Bisa jadi, tiupan terompet menjadi spirit untuk memerangi kemiskinan, kebodohan, korupsi dan sebagainya.
Ketika semua orang membunyikan terompet, itu pertanda bahwa makna toleransi telah digelorakan. Terompet menjadi simbol toleransi bagi semua umat manusia. Jadi, sudah saatnya kita membumikan toleransi lewat terompet yang ditiupkan pada malam tahun baru.